BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berkurangnya jumlah
gigi di dalam mulut dari jumlah yang seharusnya oleh karena berbagai faktor,
sehingga fungsi gigi hilang. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh beberapa
faktor seperti lubang besar, traumatik, penyakit jaringan pendukung gigi.
Kehilangan gigi dalam jangka waktu yang lama, akan menyebabkan perubahan
susunan gigi, kontak gigi sehingga makanan akan sering menyangkut. Seiring bertambahnya
usia, semakin besar pula kerentanan seseorang untuk kehilangan gigi. Hal itu
berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan gigi tiruan.
Gigi tiruan berfungsi
untuk meningkatkan kemampuan dalam mengunyah, berbicara dan memberikan dukungan
untuk otot wajah. Meningkatkan penampilan wajah dan senyum. Gigi tiruan secara
garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu gigi tiruan penuh ( Full
Crown) dan gigi tiruan sebagian (Partial Crown). Gigi tiruan sebagian dapat
dibagi lagi menjadi gigi tiruan lepasan /Removable (yang dapat dilepas pasang
sendiri oleh pasien) dan gigi tiruan cekat/ Fixed/ GTC (yang disemenkan ke gigi pasien secara
permanen). Gigi tiruan cekat atau disingkat dengan GTC diklasifikasikan menjadi
dua yaitu crown dan bridge. Secara keseluruhan
gigi tiruan cekat dapat bertujuan untuk mencapai pemulihan kembali
keadaan-keadaan yang abnormal pada pengunyahan, pemugaran dari sebagian atau
seluruh alat pengunyahan termasuk bagian yang mengalami kerusakan, pencegahan
terjadinya kerusakan selanjutnya pada gigi-gigi lainnya dan jaringan lunak
sekitarnya, keadaan yang menjamin keutuhan alat pengunyahan untuk waktu yang
selama mungkin
Gigi dapat hilang
karena karies yang melanjut, penyakit periodontal atau kerusakan karena trauma.
Gigi yang hilang harus segera diganti untuk menjaga kesehatan mulut. Biasanya
jembatan lebih disenangi oleh penderita daripada geligi tiruan lepasan. Sesuai
dengan kasus yang ada bahwa pasien dengan riwayat pernah menggunakan gigi
tiruan lepasan namun pasien merasa tidak nyaman dalam penggunaannya. Sehingga
berdasarkan latar belakang di atas, kami membahas mengenai kasus gigi tiruan
jembatan, dengan diawali dalam menegakkan diagnosa, dan rencana perawatannya.
1.2
Rumusan Masalah
Seorang
pasien laki-laki berusia 45 tahun datang ke RSGM Baiturrahmah dengan keluhan
kehilangan gigi belakang bawah kanan dan pasien sudah memakai gigi tiruan
lepasan dan merasa tidak nyaman karena sering masuknya makanan antara gigi asli
dan gigi palsunya. Pada pemeriksaan intra oral kehilangan gigi 45, gigi 44
mengalami migrasi ke distal, sehingga ruangan 45 lebih kecil dari 44 dan gigi
46 karies pada bagian mesial dengan kedalaman sampai ½ dentin . oklusi normal
dan foto rontgen normal.
1. Apa
rencana perawatan pada pasien di atas dan buatlah disain gigi tiruannya!
2. Jelaskan
cara kerja dari tahap preparasi sampai gigi tiruan diinsersikan!
1.3
Tujuan
1.
mengetahui cara melakukan rencana perawatan dan disain gigi tiruan
2. Mengetahui cara kerja dari tahap preparasi hingga gigi
tiruan diinsersi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Gigi Tiruan
Menurut Glossary of
Prosthodontics (dalam Rahmawan, 2008)) gigi tiruan
adalah bagian prostodonsia yang menggantikan satu atau beberapa gigi
yang hilang atau seluruh gigi asli yang hilang dengan gigi tiruan dan didukung
oleh gigi, mukosa atau
kombinasi gigi-mukosa ada yang dapat
dan ada yang tidak dapat dipasang dan dilepas oleh pasien.
Gigi tiruan secara
garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu gigi tiruan penuh ( Full
Crown) dan gigi tiruan sebagian (Partial Crown). Gigi tiruan sebagian dapat
dibagi lagi menjadi gigi tiruan lepasan /Removable (yang dapat dilepas pasang
sendiri oleh pasien) dan gigi tiruan cekat/ Fixed/ GTC (yang disemenkan ke gigi pasien secara
permanen). Gigi tiruan cekat atau disingkat dengan GTC diklasifikasikan menjadi
dua yaitu crown dan bridge.
Crown Prosthetic adalah cabang ilmu
prothesa yang mempelajari tentang penggantian gigi asli sebagian atau
seluruhnya dengan satu crown pengganti. Crown adalah suatu restorasi berupa
crown penuh atau sebagian dari satu gigi yang terbuat dari logam, porselen,
akrilik atau kombinasi.
Bridge / Jembatan adalah disebut
juga fixed partial denture yaitu suatu prothesa (geligi tiruan) yang
menggantikan kehilangan satu atau lebih gigi asli yang terbatas dan tertentu,
dilekatkan secara permanen dengan semen didukung sepenuhnya oleh 1 atau lebih
gigi atau akar gigi yang telah dipersiapkan.
Menurut Martanto (1981) ada beberapa istilah
dalam ilmu mahkota dan jembatan yaitu :
1. Mahkota (Crown) adalah suatu restorasi berupa
mahkota penuh atau sebagian dari suatu
gigi yang dibuat dari logam, porselen, atau kombinasi.
2. Jembatan (Bridge) adalah prothesa (geligi
tiruan) yang menggantikan kehilangan satu atau lebih gigi asli yang terbatas
dan tertentu, dilekatkan secara permanen dengan semen didukung sepenuhnya oleh
1 atau lebih gigi atau akar gigi yang telah dipersiapkan.
3. Jembatan
Lepas (Removable Bridge) adalah protesa sebagian dimana daya kunyah seluruhnya didukung oleh gigi-gigi asli yang
masih ada dan dilekatkan padanya dengan pengait/ attachment lain yang
memungkinkan jembatan ini dibuka-pasang
4. Geligi
Tiruan Sebagian (Partial Denture) adalah protesa yang mengganti satu atau lebih
dari suatu gigi yang disangga sebagian besar oleh gusi. Protesa ini
dipertahankan pada tempatnya dengan cangkolan atau attachment lainnya.
2.2. Tujuan Perawatan
Gigi Tiruan Jembatan
Menurut
Prayitno (dalam Taqwim 2008), tujuan dari perawatan gigi tiruan jembatan yaitu
:
1.
Mencari Keserasian oklusi.
Harus ada keserasian geligi terhadap
sendi temporomandibula. Ini terjadi kalau mandibula dapat menutup langsung
dalam oklusi sentris tanpa danya kontak prematur mandibula. Jadi terdapat
keserasian antara geligi dengan sendi dan otot kunyah. Keadaan seperti ini
disebut keserasian oklusi.
2.
Peningkatan Fungsi Bicara / Fonetik
Alat bicara dibagi dalam dua bagian. Pertama, bagian yang bersifat statis, yaitu
gigi, palatum dan tulang alveolar. Kedua yang bersifat dinamis, yaitu lidah,
bibir, vulva, tali suara dan mandibula. Alat bicara yang tidak lengkap dan
kurang sempurna dapat mempengaruhi suara penderita, misalnya pasien yang
kehilangan gigi depan atas dan bawah. Kesulitan bicara dapat timbul, meskipun
hanya bersifat sementara. Dalam hal ini geligi tiruan dapat meningkatkan dan
memulihkan kemampuan bicara, artinya ia mampu kembali mengucapkan kata-kata dan
berbicara dengan jelas, terutama bagi lawan bicaranya.
3.
Perbaikan dan Peningkatan Fungsi
Pengunyahan. Jika ada gigi yang hilang otomatis pola kunyah terganggu, atau
terselipnya makanan di bagian yang tidak bergigi
4.
Pelestarian Jaringan mulut yang
masih tinggal. Pemakaian geligi tiruan
berperan dalam mencegah atau mengurangi efek yang timbul karena kehilangan
gigi.
5.
Pencegahan Migrasi Gigi . Bila
sebuah gigi dicabut atau hilang, gigi tetangganya dapat bergerak memasuki ruang
kosong tadi. Migrasi seperti ini pada tahap selanjutnya menyebabkan renggangnya
gigi lain. Dengan demikian terbukalah kesempatan makanan terjebak disitu,
sehingga mudah terjadi akumulasi plak interdental. Hal ini menjurus kepada
peradangan jaringan periodontal serta dekalsifikasi permukaan proksimal gigi.
Membiarkan ruang bekas gigi begitu saja akan mengakibatkan pula terjadinya overerupsi gigi antagonis dengan akibat
serupa. Bila overerupsi ini sudah demikian hebat sehingga menyentuh tulang
alveolar pada rahang lawannya, maka akan terjadi kesulitan untuk pembuatan
protesa di kemudian hari.
6.
Peningkatan Distribusi Beban Kunyah.
Hilangnya sejumlah besar gigi mengakibatkan bertambah beratnya beban oklusal
pada gigi yang masih tinggal. Keadaan ini memperburuk kondisi periodontal,
apalagi bila sebelumnya sudah ada penyakit periodontal. Akhirnya gigi jadi
goyang dan miring, terutama ke labial untuk gigi depan atas. Bila perlekatan
periodontal gigi-gigi ini kuat, beban berlebih tadi akan menyebabkan abrasi
berlebih pula pada permukaan oklusal/insisal atau merusak restorasi yang
dipakai. Pembuatan restorasi pada kasus seperti ini menjadi rumit dan perlu
waktu lama. Overerupsi gigi pada keadaan tertentu dapat pula mengakibatkan
terjadinya kontak oklusi premature atau interfernsi
oklusal. Pola kunyah jadi berubah, karena pasien berusaha menghindari kontak prematur ini. Walaupun beban oklusal sekarang berkurang. Perubahan pola ini
mungkin saja menyebabkan disfungsi otot kunyah.
7.
Manfaat Psikologik.
Terutama kehuilangan gigi depan
dapat membawa dampak psikologik pada penderita yaitu karena estetika terganggu.
Terutama berhubungan dengan profesi penderita yang harus selalu berhadapan
dengan khalayak ramai, misal penyiar tv atau guru dan lain-lain.
8. Pemulihan
Fungsi Estetik
Alasan utama
seorang pasien mencari perawatan prostodontik biasanya karena masalah estetik,
baik yang disebabkan hilangnya, berubah bentuk, susunan, warna maupun
berjejalnya gigi geligi. Nampaknya banyak sekali pasien yang dapat menerima
kenyataan hilangnya gigi, dalam jumlah besar sekalipun, sepanjang penampilan
wajahnya tidak terganggu. Penderita dengan
gigi depan malposisi,pr otr usif
atau berjejal
dan tak dapat diperbaiki dengan
perawatanort odonti k,
tetapi tetap
ingin memperbaiki penampilan
wajahnya, biasanya dibuatkan suatu
geligi tiruani mi di at
yang dipasang langsung segera setelah pencabutan gigi.
2.3 Akibat kehilangan gigi
Akibat
kehilangan gigi tanpa penggantian menurut Aryanto ( dalamRahmawan, 2008) adalah :
1.
Migrasi dan Rotasi Gigi
Hilangnya kesinambungan pada
lengkung gigi dapat menyebabkan pergeseran, miring atau berputarnya gigi.
Karena gigi ini tidak lagi menempati posisi yang normal untuk menerima beban
yang terjadi pada saat pengunyahan, maka akan mengakibatkan kerusakan struktur
periodontal. Gigi yang miring lebih sulit dibersihkan, sehingga aktivitas karies
dapat meningkat.
Pada kasus ini, gigi tiruan jembatan
akan dibuatkan, namun gigi tetangga telah bermigrasi kedaerah gigi yang hilang
tersebut. Menurut Prayitno (1991), bila sebuah gigi condong dapat menyukarkan
arah pasang jembatan dengan full crown sebagai retainer, arah pasang dalam
keadaan itu sebaiknya dibuat tegak lurus terhadap bidang oklusal. Jika daam hal
itu terlalu banyak jaringan keras gigi yang harus dibuang, maka sebaiknya
dibuatkan mahkota teleskop sebagai retainer.
Gigi yang condong dapat disebabkan
oleh hilangnya gigi tetangganya, sehingga gigi miring ke arah ruang gigi yang
missing. Tapi bila kecondongan itu tidak banyak, enamel gigi tetangga yang
miring tersebut dapat dikorbankan, tetapi bila harus membuang lebih dari 50%
ketebalan enamel, lebih baik dibuatkan mahkota teleskop saja.
Mahkota teleskop adalah mahkota yang
terdiri atas suatu selungkup dari logam yang akan disemen dahulu pada
tempatnya. Diatasnya kemudian dibuatkan mahkota penuh tuangan yang pada
gilirannya disemen juga pada tempatnya, diselungkup tadi. Dalam penerapannya
sebagai retainer, selungkup logamnya terlebih dahulu diberi bentuk preparasi
mahkota penuh tuangan yang poros preparasinya disesuaikan dengan poros
preparasi gigi penyangga yang lain.
Sistem teleskop ini dapat juga
diterapkan pada bagian pontik jembatan. Maka bagian teleskop yang menyerupai
preparasi mahkota penuh diikutkan pada salah satu retainer jembatan itu, sedang
bagian lain dari teleskop (pontik teleskop) diikutkan pada retainer satunya
Gambar 1.1
bentuk pontik teleskop
2.
Erupsi berlebih.
Bila gigi sudah tidak memiliki
antagonis lagi, maka akan terjadi erupsi berlebih (over eruption). Erupsi
berlebih dapat terjadi tanpa atau disertai pertumbuhan tulang alveolar. Bila
hal ini terjadi tanpa disertai pertumbuhan tulang alveolar, maka struktur
periodontal akan mengalami kemunduran sehingga gigi mulai extrusi. Bila terjadinya hal ini disertai
pertumbuhan tulang alveolar berlebih, maka akan menimbulkan kesulitan jika pada
suatu hari penderita perlu dibuatkan
geligi tiruan lengkap.
3.
Penurunan Efisiensi Kunyah
Mereka yang sudah kehilangan banyak
gigi, apalagi yang belakang, akan merasakan betapa efisiensi kunyahnya menurun.
Pada kelompok orang yang dietnya cukup lunak, hal ini mungkin tidak terlalu
berpengaruh, maklum pada masa kini banyak jenis makanan yang dapat dicerna
hanya dengan sedikit proses pengunyahan saja.
4.
Gangguan pada Sendi
Temporo-mandibula.
Kebiasaan mengunyah yang buruk,
penutupan berlebih (over closure),
hubungan rahang yang eksentrik akibat kehilangan gigi, dapat menyebabkan gangguan pada struktur sendi
rahang.
5.
Beban Berlebih pada Jaringan
Pendukung.
Bila penderita sudah kehilangan
sebagian gigi aslinya, maka gigi yang masih ada akan menerima tekanan mastikasi
lebih besar sehingga terjadi pembebanan berlebih. Hal ini mengakibatkan
kerusakan membaran periodontal dan lama kelamaan gigi
tadi manjadi goyang dan akhirnya terpaksa dicabut.
6.
Kelainan bicara
Kehilangan gigi depan atas dan bawah
seringkali menyebabkan kelainan bicara, karerna gigi ± khususnya yang depan ±
termasuk bagian organ fonetik.
7.
Memburuknya Penampilan
Menjadi
buruknya penampilan karena kehilangan gigi depan akan megurangi daya tarik
wajah seseorang, apalagi dari segi pandang manusia modern.
8.
Terganggunya Kebersihan Mulut .
Migrasi dan rotasi gigi
menyebabkan gigi kehilangan kontak dengan tetangganya, demikian pula gigi yang
kehilangan lawan gigitnya. Adanya ruang interproksimal tidak wajar ini,
mengakibatkan celah antar gigi mudah disisipi makanan. Dengan sendirinya
kebersihan mulut jadi terganggu dan mudah
terjadi plak. Tahap berikutnya terjadi karies gigi. Pada tahap berikut
terjadinya karies gigi dapat meningkat.
9.
Atrisi
Pada kasus
tertentu dimana membran periodontal gigi asli masih menerima beban berlebihan,
tidak akan mengalami kerusakan, malahan tetap sehat. Toleransi terhadap beban
ini bisa berwujud atrisi pada gigi- gigi tadi, sehingga dalam jangka waktu
panjang akan terjadi pengurangan dimensi vertikal wajah pada saat keadaan gigi
beroklusi sentrik.
10. Efek
Terhadap Jaringan Lunak Mulut
Bila ada gigi yang hilang, ruang yang ditinggalkannya
akan ditempati jaringan lunak pipi dan lidah. Jika berlangsung lama, hal ini akan menyebabkan kesukaran adaptasi terhadap geligi
tiruan yang
kemudian dibuat, karena terdesaknya
kembali jaringan lunak tadi dari
tempat yang ditempati protesis.
Dalam hal ini, pemakaian geligi tiruan
akan dirasakan sebagai suatu benda
asing yang cukup mengganggu.
2.4
Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Gigi Tiruan
Jembatan
Pada pembuatan
gigi tiruan jembatan terdapat beberapa keuntungan yaitu:
1. Karena
dilekatkan pda gigi asli sehingga tidak mudah lepas atau tertelan
2. Dirasakan
seperti gigi asli oleh penderita
3. Memiliki
efek splinting untuk mempertahankan posisi gigi
4. Tidak
ada kawat sehingga permukaan email tidak aus
5. Melindungi
gigi terhadap tekanan
6. Mendistribusikan
tekanan fungsi keseluruh gigi sehingga menguntungkan jaringan gigi.
Beberapa
kerugiannya yaitu:
1. Membutuhkan
pengasahan permukaan gigi pada mahkota gigi yang masih utuh untuk dijadikan
gigi penyangga
2. Ditempatkan
permanen sehingga sulit untuk mengontrol plak gigi (dapat dicegah dengan
emnggunakan dental floss)
3. Dapat
menyebabkan peradangan mukosa dibawah pontik
2.5
Indikasi
dan Kontra indikasi umum
Menurut
Prayitno (1991) terdapat beberapa indikasi dan kontraindikasi dalam perawatan gigi tiruan jembatan yaitu :
1. Usia
penderita : 20 s/d 50 tahun
Kontra indikasi untuk usia dibawah 20 tahun
karena:
-
Foramen apikal yang
masih terbuka dan bisa fraktur
-
Saluran akar masih
lebar sehingga preparasi terbatas
-
Proses pertumbuhan
masih aktif dapat dilihat pertumbuhan gigi dengan rontgen
-
Dapat menghambat
pertumbuhan tulang
Kontraindikasi untuk usia diatas
50 tahun karena:
-
Sudah terjadi resesi
gingiva dan terlihat servikal gigi
-
Terjadi perubahan
jaringan pendukung & resobsi tulang alveolar secara fisiologis
-
Kelainan jaringan yang
bersifat patologis
2. Sikap
Penderita & kondisi psikologis
Yang
terpenting dalam menentuan dibuat tidaknya suatu jembatan pada seorang
penderita adalah sikapnya terhadap pearwatan gigi serta motivasinya.
Watak
pasien terbagi dalam tahap-tahap psikologis saat anamnesa yaitu:
- Klas
1 : filosofi (pasien kooperatif)
- Klas
2 : Pasien banyak bicara dan ingin tahu (exciting)
- Klas
3 : Histerical
- Klas
4 : Indeferen (acuh tak acuh, pada pasien ini harus banyak komunikasi)
3. Kondisi
keuangan, pendidikan & pekerjaan]
Keuangan dapat juga menjadi pertimbangan.
Pada umumnya gigi tiruan lepasan lebih murah dibanding jembatan, tingkat
pendidikan, wawasan dan intelektualitas berpengaruh dalam merencanakan suatu
perawatan.
4. Penyakit
sistemik
Pada
penderita dengan epilepsi sebaiknya direncanakan pembuatan jembatan daripada
gigi tiruan lepasan, sebab kemungkinan dapat terjadi fraktur pada gigi tiruan
lepasan tersebut, dan kemungkinan dapat tertelan, bila penyakit sedang kambuh.
Penyakit sistemik lainnya seperti penyakit jantung.
5. Kondisi
Periondisium
Harus
dipastikan melalui hasil foto rontgen tidak ada kelainan
Indikasi
khusus:
1. Gigi
penyangga:
-
Vital & non vital
dengan perawatan saluran akar
-
Jaringan periodontal
sehat
-
Bone support baik
-
Bentuk akar yang
panjang
-
Posisi dan inklinasi
yang baik dalam lengkung rahang
-
Bentuk dan besar
anatomis gigi normal
-
Mahkota gigi punya
jaringan email dan dentin yang sehat
2. Gigi
antagonis:
-
Oklusi normal
3. Gigi
tetangga :
-
Tidak mengalami rotasi,
migrasi, miring
-
2.6 Tipe Bridge
1. Fixed-fixed bridge : kedua konektor bersifat rigid dapat digunakan untuk
gigi anterior dan posterior.
Gambar
1.2 fixed-fixed bridge
2. Fixed movable bridge : salah satu
konektor bersifat rigid disemenkan
dan konektor lainnya non rigid
(semi fixed-fixed bridge) tanpa disemenkan dapat
digunakan untuk gigi anterior dan
posterior
Gambar
1.3 fixed movable bridge
3. Cantilever
bridge :
a.
Kaku : Jembatan
cantilever kaku mempunyai pontik yang kokoh bersatu hanya pada satu ujungnya
dengan retainer atau beberapa retainer (yang dapat dihubungkan menjadi satu)
Gambar
1.4 Cantilever Bridge - Kaku
b.
Lengan spring yang
diperpanjang : mempunyai pontik yang dipasang pada salah satu ujung dari lengan
spring logam yang panjang dimana ujung yang lainnya dihubungkan degan retainer
(atau beberapa retainer yang berhubungan).
Gambar 1.5 Cantilever –
Lengan Spring/ Spring Bridge
4. Compound bridge
jembatan yang terdiri atas kombinasi
berbagai tipe jembatan. Pada gambar dibawah jembatan cekat-cekat mempunyai
ekstensi cantilever mesial yang kaku
Gambar
1.6 Compound Bridge
2.7 Komponen Gigi
Tiruan Jembatan
Menurut Allan & Foreman (1994), suatu jembatan terdiri dari
4 bagian yaitu :
1. Penyangga (Abutment)
disebut pendukung retainer, dapat bervariasi tergantung faktor seperti membran
periodontal, panjang & jumlah akar. Penyangga yang berada di antara 2
penyangga lainnya disebut intermediate abutment.
2. Retainer
merupakan restorasi (mahkota, inlay, pasak/dowel) yang menghubungkan jembatan
dengan penyangga
3. Pontik/Dummy
adalah gigi buatan pengganti dari gigi yang hilang, dapat dibuat dari
porselen,akrilik atau logam atau kombinasi.
Beberapa macam
bentuk pontik :
·
Suddle pontik : Disain menyerupai gigi asli yang
menggantikan seluruh gigi yang hilang tanpa mengubah bentuk anatomi
·
Ridge lap pontik : Bentuk pontik berkontak dengan dasar mukosa bagian labial
atau bukan saja atau bagian palatal atau
lingual menggantung
·
Hygiene pontik : Menggantung atau tidak berkontak
·
Conical pontik : bentuk dan dasar pontik yang berkontak
dengan mukosa lebih kecil dari pada ridge lap pontik
4. Penghubung (Joint atau
Connector) adalah alat yang mencekatkan pontik ke
retainer. Dapat bersifat kaku (rigid) yaitu disolder atau yang tidak kaku
(non-rigid) seperti kunci-kunci atau stressbreaker (alat penyerap daya untuk
mengurangi beban yang harus dipikul oleh penyangga)
5. S (Sadel) : daerah antara
gigi-gigi abutment. Yang terutama adalah tulang alveolar yg ditutupi jar.lunak.
tulang alveolar akan berubah kontur selama beberapa bulan setelah hilangnya
gigi. Kontur dan tekstur sadel akan mempengaruhi desain pontik
Gambar 1.7 dan 1.8 komponen-komponen Jembatan
Keterangan:
P=Pontik R=Retainer S=Sadel
C=Konektor A=Abutment
2.8 Jenis Retainer
Retainer
adalah bagian dari gigi tiruan yang dilekatkan pada penyangga/ menghubungakan
gigi tiruan dengan gigi penyangga.Retainer berfungsi untuk memegang/menahan
supaya gigi tiruan tetap stabil dan meyalurkan beban kunyah ke gigi penyangga
2.8.1 Extra corona retainer
Retainer meliputi bagian luar
mahkota gigi terbagi atas ful crown dan partial crown
a.
Full crown
Indikasi:
-
gigi penyangga masih
vital
-
gigi tiruan jembatan
panjang/pendek
-
gigi penyangga pendek
-
intermediate abutment
pasca terapi perio
b.
Partial crown
Indikasi:
-
Jembatan pendek
(kehilangan gigi 1 atau 2)
-
Tekanan kuyah
ringan/normal
-
Bentuk & besar gigi
penyangga normal
-
Salah satu gigi
penyangga miring
2.8.2 Intra corona Retainer
Preparasi dan bahan retainer
sebagian besar ada di dalam dentin atau dalam badan mahkota. Bentuknya : Inlay
(Mesio-oklusal/Distooklusal/ MOD).
Indikasi:
-
Jembatan pendek minimal
kehilangan 2 gigi
-
Tekanan kunyah
ringan/normal
-
Gigi penyangga karies
kelas II
-
Bentuk gigi penyangga
normal
2.8.3
Intra Radikuler Retainer = dowel crown- mahkota pasak
Preparasi dan retensi sebagian besar
di dalam saluran akar
Indikasi:
-
Jembatan pendek
-
Tekanan kunyah
ringan/normal
-
Splint abutment
-
Bentuk gigi penyangga
normal
2.9 Faktor yang
mempengaruhi Retensi retainer
1. Gigi yang terlibat : mahkota gigi yang
besar memberi peluang untuk mendapatkan retensi yang luas pula bagi bedia
semen. Bentuk gigi yang konus biasanya tidak memberikan retensi yang baik bagi
retainer.
2. Luas permukaan retainer: Luas
permukaan retainer, terutama dinding aksial menentukan besarnya retensi yang
dapat diperoleh.
3. Derajat kesejajaran preparasi :
derajat pengerucutan (konvergensi) bidang aksial (searah poros akar gigi)
sangat berpengaruh pada retensi yang dapat dicapai. Penyudutan bidang aksial
sebesar 10 derajat menghasilkan retensi yang hanya ½ dari penyudutan sebesar 5
derajat.
4. Ketegaran retainer: Pengalaman klinik
membuktikan bahwa mahkota jaket terbuat dari akrilik lebih cepat terlepas
daripada yang terbuat dari porselen, karena porselen lebih tegar daripada
akrilik
5. Semen yang digunakan : Derajat retensi
semen tergantung pada daya ikatnya, daya tekan, daya rentangdan ketebalan
lapisan semen (umumnya 0,05 mm)
6. Bahan retainer: dapat menggunakan
bahan paduan logam non mulia, juga dapat dipadukan dengan porselen
2.10 Pontik/ Dummy
Fungsinya menggantikan
gigi asli yang hilang. Jenis-jenisnya:
1.
Sadle pontic
2.
Ridge Lap pontic
(indikasiluas , kombinasi sanitary & sadle)
3.
Sanitary Pontic
4.
Conical pontic
2.11 Abutment
Jenis gigi penyangga :
1.
Single
2.
Double
3.
Multiple
4.
Erminal
5.
Intermediate
6.
Splinted (menahan agar
idak mobility)
Faktpr
yang mempengaruhi gigi penyangga:
1.
Hukum Ante : Luas
ligamen periodontal gigi penyangga besar atau sama dibanding gigi yang hilang
2.
Gunakan gigi penyangga
pada kedua sisi diastema
3.
Perbandingan mahkota
dan akar
4.
Span/ ukuran panjang
diastema
5.
Lengkung rahang
6.
Tekanan kunyah
7.
Anatomi gigi &
posisi gigi
8.
Vitlitas gigi
Prinsip Preparasi gigi penyangga:
1.
Mempertahankan struktur
biologis gigi
2.
Retensi &
resistensi
3.
Mempertahankan struktur
eksternal
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus:
Seorang pasien laki-laki berusia 45
tahun datang ke RSGM Baiturrahmah dengan keluhan kehilangan gigi belakang bawah
kanan dan pasien sudah memakai gigi tiruan lepasan dan merasa tidak nyaman
karena sering masuknya makanan antara gigi asli dan gigi palsunya. Pada
pemeriksaan intra oral kehilangan gigi 45, gigi 44 mengalami migrasi ke distal,
sehingga ruangan 45 lebih kecil dari 44 dan gigi 46 karies pada bagian mesial
dengan kedalaman sampai ½ dentin . oklusi normal dan foto rontgen normal.
Pertanyaan
:
3
Apa rencana perawatan
pada pasien di atas dan buatlah disain gigi tiruannya!
4
Jelaskan cara kerja
dari tahap preparasi sampai gigi tiruan diinsersikan!
3.1 Identifikasi pasien
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
3.2 Diagnosa
3.2.1
Pemeriksaan subjektif
Anamnesa
a. Keluhan
utama pasien:
kehilangan gigi
belakang bawah kanan dan pasien sudah memakai gigi tiruan lepasan dan merasa tidak
nyaman karena sering masuknya makanan antara gigi asli dan gigi palsunya.
3.2.2
Pemeriksaan Objektif
General:
Jasmani :
Sehat
Rohani :
Komunikatif dan kooperatif
Lokal:
Ekstra Oral:
Muka :
Simetris
Pipi :
Simetris
Bibir :
Simetris
Intra Oral:
Palatum : Normal
Mukosa : Normal
Gingiva : Normal
Oklusi : Normal
Gigi
45 : missing
Gigi
44 : vital, migrasi sedikit ke
distal (arah kecondongan tidak banyak dan tidak mempengaruhi arah pasang pontik pada
bidang oklusal)
Gigi
46 : vital, karies media (sampai
½ dentin)
Gambar 1.9 gigi regio
kanan bawah sesuai kasus:
46 45 44
43
Keterangan
:
Gigi
45 (P2) missing
Gigi
46 (M1) karies media
Gigi
44 migrasi mengarah ke distal
Ruang
antara gigi 44 dan 43 diastema
3.2.3
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan rontgen foto periapikal
Pada gigi 44 : terlihat
pergeseran arah akar ke arah mesial, tidak ada kelainan periapikal
B. Pemeriksaan rontgen
foto bite wing
Pada gigi 46 : Karies
media yg sampai ½ dentin , tidak ada kelainan periapikal
BAB
IV
RENCANA
PERAWATAN
Tahap I
1.
Rencana
Awal
Gigi 46 : dilakukan penambalan jaringan karies,
tujuannya untuk melindungi dentin dan pulpa & mencegah pemotongan dinding
aksial yang terlalu besar di daerah karies menggunakan bahan tambalan semen
ionomer kaca. Semen ionomer kaca melekat secara kimiawi pada jaringan gigi dan
dapat diasah setelah kira-kira setengan jam.
Gigi 45 : missing, dibuatkan gigi tiruan
2.
Rencana
akhir
-
Disain bridge yang akan
dibuatkan yaitu : Fixed-fiexd bridge
-
Gigi 45 yang missing
diindikasikan untuk dibuatkan 3 unit fixed-fixed bridge dengan menggunakan
abutment pada gigi 46 dan 44 dari bahan porselen
fuse to metal.
-
Pada gigi 46 : setelah
penambalan , akan dibuatkan full crown extra corona retainer dengan bahan
porselen fused to metal
-
Pada gigi 44 : keadaan
gigi migrasi, oklusi normal, akan dibuatkan full crown extra corona retainer,
dengan mengambil sedikit bagian mahkota yang mengarah ke distal dan melebihkan
bagian mahkota ke arah mesial untuk mengkoreksi diastema.
-
Jenis pontik yang akan
digunakan adalah ridge laps pontik
dengan bahan porselen fused to metal
-
Membuat cetakan studi
model:
Sendok
cetak : perforated stock tray no.1
Bahan
cetak : Alginate
Metode
mencetak : mucostatik
Tahap II :
Preparasi
gigi 46 untuk dibuatkan full crown extra korona
Lagkah-langkah
preparasinya yaitu :
Langkah
I : Anestesi lokal agar tidak ngilu saat
preparasi.
Mengurangi permukaan
mesial dan distal, gunakan bur intan untuk membuat chamfer, dimulai pada
marginal ridge. Jurusan pemotongan harus sesuai dengan arah jurusan masuk
mahkota. Penggerindaan ini menghasilkan suatu permukaan dinding yang lurus rata
sampai ke permukaan gusi. Untuk mendapatkan retensi gesekan (trictional
retention) yang cukup. Permukaan-permukaan tersebut sebaiknya memiliki
kemiringan 5 derajat ke arah permukaan oklusal
Langkah
II : Mengurangi permukaan bukal, menggunakan bur turpedo , penggerindaan
bertujuan untuk menghilangkan kecembungan permukaan bukal dan undercut dan
diperoleh bentuk chamfer. Rata-rata permukaan-permukaan ini dikurangi 0,5
sampai 1 mm.
Langkah
III : Pengurangan permukaan lingual , gunakan bur turpedo sampai diperoleh bentuk chamfer. Bagian
2/3 gingiva dngan kemiringan 5 derajat, bagian 1/3 oklusal sebaiknya melengkung
ke dalam untuk menyesuaikannya dengan permukaan lingual.
Langkah IV:
Mengurangi permukaan oklusal dengan bur intan bentuk buah pir pada airotor dan
buang substansi gigi 0,5 mm dari permukaan oklusal. Lingir tepi dihilangkan
seluruhnya tapi bila tidak permukaan yang dipreparasi sebaiknya mengikuti
konfigurasi tonjol aslinya.
Gambar 1.10 Preparasi full crown pada
molar 1 bawah
Tahap III:
Preparasi
gigi 44 (keadaan migrasi ke distal) untuk dibuatkan full crown extra corona
retainer
Langkah
I : Anestesi Lokal pada gigi 44
Pengurangan permukaan distal
lebih banyak karena bagian distal migrasi, bertujuan untuk mendapatkan ruangan
yang cukup untuk pontik dengan menggunakan bur intan. Penggerindaan ini
menghasilkan suatu permukaan dinding yang lurus rata sampai ke permukaan gusi.
Untuk mendapatkan retensi gesekan (trictional retention) yang cukup.
Langkah
II : Mengurangi permukaan bukal, menggunakan bur turpedo ,
Langkah
III : Pengurangan permukaan lingual , gunakan bur turpedo sampai diperoleh bentuk chamfer.
Langkah IV:
Mengurangi permukaan oklusal dengan bur intan bentuk buah pir pada airotor dan
buang substansi gigi 0,5 mm dari permukaan oklusal. Lingir tepi dihilangkan
seluruhnya tapi bila tidak permukaan yang dipreparasi sebaiknya mengikuti
konfigurasi tonjol aslinya.
Tahap IV :
Pengecekan
hasil preparasi, Paralisme dinding aksial :
-
Makin paralel makin
kuat
-
Pengerucutan preparasi
dinding aksial 5-6 derajat
-
Bila sudut > 6
derajat makin mudah lepas
-
Bila sudut < 5 pada
waktu penyemenan semen tidak dapat keluar
-
Pengecekan sudut
preparasi dilihat dg 1 mata
Tahap V:
Teknik
Pencetakan / retraksi gingiva: periksa keadaan gigi & karingan lunak
sekitarnya harus sehat, bebas dari radang tepi preparasi harus rapi. Retraksi
gingiva adalah Usaha pendorongan gingiva gigi penyangga ke arah lateral dengan
maksud agar tepi akhir preparasi gigi dapat tercetak dengan baik.
Cara
Retraksi gingiva:
1. Daerah
preparasi keringkan
2. Benang
direndam dengan bahan kimia selama 2 menit
3. Potong
benang 5 cm seperti U
4. Tempatkan
melingkar pada gigi penyangga
5. Tekan
benang ke dalam celah gusi dengan plastis instrumen
6. Penekanan
dimulai dari mesio-proksimal terus palatal akhirnya ke distal
7. Kembali
ke permukaan bukal sampai mesio proksimal
8. Potong
kelebihan benang.
Gambar 1.11 Retraksi
gingiva
Tahap VI :
Pembuatan
cetakan dari gigi yang telah dipreparasi untuk mendapatkan model kerja
Caranya:
1. Bahan
cetak double impression dengan tenik one stage/ phase (direct)
-
Putty (kotak) : aduk
bahan putty, letakkan didasar sendok cetak yang tujuannya untuk menstabilkan
kedudukan sendok cetak didalam mulut, ambil perbandingan 1:1 rubber base :
katalis lalu aduk hingga warna berubah hijau, lalu letakkan pada dasar sendok
cetak dan pada daerah yang telah dipreparasi harus dicekungkan untuk
menyediakan bahan yang kedua.
-
Aduk light body,
setelah homogen, masukkan kedalam injeksi kemudian injeksikan ke gigi yang
telah dipreparasi pada mulut pasien, sisanya pada bagian yang dicekungkan tadi.
-
Kemudian cetakkan
kedalam mulut pasien
-
Cor cetakan dengan hard
stone.
2. Bahan
double impression dengan teknik two phase
-
Aduk bahan putty sampai
homogen letakkan ke sendok cetak, setelah rata masukkan ke dalam mulut pasien
tanpa melepas crown sementara. Pada bagian anterior gigi yang dipreparasi tidak
perlu dicekungkan. Setelah mengeras ambil sendok cetak tersebut dari mulut
pasien, kemudian aduk light body yang terdiri dari basa dan katalis, setelah
homogen masukan ke dalam injeksi kemudian injeksikan ke gigi yang telah
dipreparasi tadi. Masukkan cetakan putty tadi ke dalam mulut. Setelah keras
keluarkan dari mulut pasien.
Tahap VII :
Pemilihan
warna gigi : sesuai dengan warna gigi tetangga dengan bantuan pedoman warna
(shade guide) untuk menentukan value (tingkat warna gelap ke terang),
chroma(kepekatan warna), hue (merah atau kuning)
Tahap VIII
:
Temporary bridge
(Mahkota sementara)
Dilakukan
wax up pada work model untuk proses Bridge. Setelah preparasi selesai, maka
pasien dipasangkan mahkota sementara. Selanjutnya lakukan wax up pada model
kerja untuk proses bridge, kemudian dilakukan pemilihan warna gigi yang sesuai
dengan gigi asli.
Jembatan
sementara yang baik adalah mampu memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Pelindungan
pulpa
2. Stabilitas
kedudukan
3. Fungsi
oklusal
4. Mudah
dibersihkan
5. Tepi
retainer yang tepat (tidak menyebabkan peradangan mukosa)
6. Kekuatan
dan retensi
7. Estetis
(terutama pada gigi depan)
Bahan
: ethil metacrylate, epimine resin, methyl metacrilate
Cara
pembuatan:
1. Direct
; lebih dari 1 x kunjungan
Cetak gigi sebelum preparasi,
kemudian di preparasi, isi cetakan 1 dengan self curing akrilik, masukkan
catakan 1 ke dalam mulut (pada gigi yang dipreparasi)
2. Indirect
: lebih dari 1 x kunjungan
Cetakan 1 isi dengan gips (model) ,
lalu preparasi , cetakan 2 (isi dengan gips/model 2) , lalu masukkan cetakan 1
pada model 2.
3. Penyemenan
jembatan sementara : dengan semen zinc oxide eugenol yang cukup tebal. Dicampur
sedikit vaselin untuk mengurangi kekuatan semen dan akan mempermudah
pembongkaran kembali nantinya. Setelah penyemenan selesai, sisa-sisa semen
dihilangkan sebab dapat mengiritasi jaringan lunak.
Tahap IX :
Proses laboratorium
Pembuatan
Die : bagian dari
model kerja yang slicing untuk dapat dibuka dan dipasangkan lagi pada model
yang bertujuan untuk membuat mahkota terutama bagian proksimal
Alat
:
-
Bowl
dan spatula
-
Strock
tray
-
Lekron
-
Pin
-
Jarum
pentul
-
Gergaji
triplek
-
Bur
bulat
-
Kuas
kecil
-
Mikromotor
dan handpiece
-
Pencil
Bahan
:
-
Bahan
cetak rubber base
-
Gips
bentuk atau plaster of paris (gips type 1)
-
Gips
keras
-
Vaselin
-
Wax
merah
Cara
Kerja :
1. Pencetakan gigi yang telah dipreparasi
dengan bahan rubber base (silicon).
2. Penentuan letak pin.
-
Tandai
lebar masing-masing gigi.
-
Tusukkan
jarum pentul pada posisi bukkal atau labial dan palatal atau lingual gigi yang
telah dipreparasi dengan posisi tegak lurus, tandai lebar gigi (bagian
proximal).
3. Pengisian gips keras (sampai linggir alveolar).
4. Penanaman pin (bentuk retensi lingkaran).
-
Setelah
gips keras, tanamkan pin. Posisi harus sejajar dengan jarum pentul.
-
Sisa
gips dibuat bulatan-bulatan kecil
-
Gips
mengeras, lepaskan jarum pentul dengan menggunakan bur bulat, buat lekukan
setengah lingkaran.
-
Ambil
wax merah (bulatkan), letakkan pada ujung pin.
-
Olesi
permukaan gigi dengan vaselin menggunakan kuas kecil.
5. Boxing dan pembuatan basis
-
Dengan
menggunalan base plate wax setelah cetakan di boxing.
6. Penggergajian
-
Buat
pola : garis dengan pensil pada model di sisi mesial dan distal gigi yang
diperbaiki
-
Gergaji
sampai batas gips keras
7. Trimming die
-
Menggunakan
bur bulat, trimming tepat di bawah servikal dengan kedalaman 1 mm.
Pembuatan
Model/ pola malam mahkota/ bridge & pembuatan pontik:
-
Pembuatan
pola malam (retainer dan pontik) diusahakan:
1.
Kontak
oklusal merata dengan gigi lawan
2.
Pengurangan
dimensi buko-palatal untu mengurangi beban kunyah (long span bridge)
-
Pembuatan
pontik : dengan jenis ridge lap pontik dengan bahan kombinasi metal keramik
(porselen fused to metal), lalu siapkan kontak bentuk garis antara logam dengan
mukosa labial/bukal berbentuk cembung atau lurus, sifatnya self cleansing
Cara
kerja :
1. Oleskan permukaan preparasi pada die
dengan air sabun, tunggu sampai kering.
2. Panaskan malam.
3. Gunakan lekron untuk mengukir mahkota
atau bridge.
4. Pada bridge bentuk pola pontik sesuai
dengan bentuk anatomis gigi yang digantikan.
5. Lepaskan pola malam dari dai, letakkan
pada model kerja. Pada bridge, dengan bantuan sonde, sambungkan pontik dengan
gigi penyangga.
6. Periksa hubungan dengan gigi tetangga,
pola malam harus mencapai kontak yang baik.
7. Jika pola malam berkontak berlebihan
maka untuk koreksinya taburkan bedak.
Prossesing
Mahkota dan Bridge
1. Penanaman dalam Kuvet (Flasking)
Cara kerja :
-
Model
malam atau die ditanamkan di tengah kuvet bawah yang telah diisi gips putih
dengan bagian labial menghadap ke atas.
-
Permukaan
gips dihaluskan.
-
Permukaan
gips dan model malam diolesi vaselin sebagai separating medium.
-
Olesi
model malam dengan gips menggunakan kuas, tunggu keras.
-
Pasang
kuvet atas dan isi dengan gips, dipres agar tidak lepas.
2. Mengeluarkan malam (Wax Elimination)
Cara kerja :
-
Kuvet
direbus utnuk mengeluarkan malam atau kuvet yang dipres dan gips sudah
mengeras, dibuka lalu wax dihilangkan dengan mengalirkan air panas.
-
Setelah
kuvet dibuka, wax harus sudah tidak ada lagi dalam permukaan gips.
-
Dinginkan
permukaan kuvet.
3. Pengisian aklirik (Packing)
-
Ruangan
cetakan model malam (mould) dan sekitarnya diolesi Could Mould Seal (CMS)
tunggu kering.
-
Pengisian
aklirik yang sudah diaduk, sambil mengetok kuvet.
-
Tutup
bagian atas aklirik dengan selopan atau plastic, tutup dengan kuvet atas, press
lalu buka dan potong kelebihan aklirik dengan pisau model.
-
Pasang
dan tutup kuvet atas lalu press.
4. Pengisian akrilik (Prossesing)
-
Kuvet
dalam keadaan dipress dimasukkan ke dalam wadah perebusan
-
Polimerisasi
dengan cara direbus 1 jam
5. Membuka kuvet (Deflasking)
-
Keluarkan model (dai) dengan tang potong gips atau
gergaji kecil.
-
Gips
yang masih melekat dibersihkan dengan brush.
6. Finishing
-
Membersihkan
sisa aklirik dengan bur protesha (cardide bur, disc bur) dan kertas pasir.
7. Polishing
-
Menghaluskan,
melicinkan, dan mengkilatkan mahkota (stone bur, rubbercup, wool bur dengan
bubuk pumis)
Tahap
X:
Pemasangan / insersi
dan penyemenan
1. Try in bridge yang harus diperhatikan adalah keadaan
estetis (warna dan bentuk), kontak proksimal antara tepi mahkota jaket dengan
gigi sebelahnya dan tidak boleh menekan gingiva serta pemeriksaan kontak
oklusal dan kontak marginal.
2. Penyemenan Bridge
a.
Mahkota
bridge dibersihkan dan disterilkan lalu dikeringkan , gigi yang akan dipasangi
mahkota bridge juga dikeringkan
b.
Menggunakan
zinc phospat cement, cara mengaduk ZnPO4 :
-
Letakkan
powder dan liquid pada glass plate 1:1
-
Aduk
sengan semen spatel, powder mencapai liquid sedikit demi sedikit hingga homogen
-
Siap
masuk ke dalam crown apabila semen ditarik sudah terbentuk benang dan tidak
putus
-
Semenkan
ada gigi penyangga dengan ditekankan dan pasien disuruh menggigit kapas
-
Setelah
semen mengeras bersihkan sisa semen
-
Periksa
oklusi sebelum pasien pulang
-
Operator
perlu memberi tahu cara membersihkan jembatan tersebut.
3. Instruksi untuk memeliharaan gigi tiruan
jembatan yang telah dipasangkan :
-
Penyikatan
yang baik ( tekanan ringan dan sikat yang lunak)
-
Pemakaian
dental floss, oral irigating & alat pembersih lainnya yangberfungsi untuk
membersihkan daerah yang sukar terlihat (daerah interdetal/ dasar pontik)
Tahap
XI :
Kontrol dilakukan jika terjadi kesalahan atau
kegagalan dalam pembuatan bridge
Kegagalan yang mungkin terjadi :
1.
Kegagalan
sementasi
2.
Jemabatn
patah secara mekanikal
3.
Iritasi
dan resesi gingiva
4.
Kelainan
jaringan periodontal
5.
Karies
6.
Nekrosis
pulpa
BAB
V
PROGNOSA
Prognosa baik karena
tidak ada kelainan atau penyakit sistemik , dan penyakit alergi lainnya pada
pasien, tidak ada kelainan periapikal, kelainan periodontal, pasien kooperatif
dan komunikatif
BAB VI
KESIMPULAN
Pada gigi 45 yang
missing, dimana tidak ada kelainan periodontal yang terlihat dari hasil rontgen
diindikasikan untuk dibuatkan fixed-fixed bridge dengan gigi penyangga
(abutment) 46 dan 44 karena berdasar hukum ante (seluruh luas ligamen
periodontal gigi penyangga harus sama atau melebihi luas ligamen periodontal
gigi yang hilang.
Pada gigi 46, setelah
dilakukan foto rontgen bite wing terlihat perluasan karies sampai ½ dentin
didiagnosa karies media kemudian dilakukan
penambalan terlebih dahulu dengan tambalan semen ionomer kaca.kemudian
dibuatkan fullcrown extra corona berbahan porselen fused to metal.
Pada gigi 44 gigi
migrasi ke arah distal (ke arah ruang gigi yg missing) dianggap kecondongan
tidak terlalu banyak, sehingga pada preparasi sisi gigi bagian distalnya
dibuang tidak lebih dari 50% ketebalan enamel. Lalu dibuatkan full crown extra corona berbahan porselen fused to metal,
bentuk mahkota disesuaikan bentuk anatomis giginya sehingga mampu menutupi
bagian yang diastema dengan gigi 43.
Porselen fused to metal
sebagai bahan bridge pada kasus ini karena dinilai lebih baik estetisnya dan
kuat serta diharapkan memunyai prognosa yang baik. Pada kasus ini jenis pontik
yang digunakan adalah ridge laps pontik untuk mendapatkan self cleansing dan
estetis baik.